Rabu, 07 April 2010

Cinta Tak Kembali

Oleh Siti Masrifah

Sobat, pernahkah kau rindu pada kekasihmu?. Seperti yang kurasakan saat ini. Aku sangat rindu pada kekasihku, sobat. Aku sangat rindu.

Sudah hampir satu tahun Diva, kekasihku, pergi. Aku sangat merindukannya. Aku ingin ia disisiku. Aku ingin ia selalu menemaniku di hari – hariku. Dulu, ia bicara padaku, kalau ia akan pergi sebentar saja. Ia hanya ingin melanjutkan kuliahnya yang kurang satu semester.
“Kak Dim, aku ingin bicara padamu,”ujarnya kala itu. Wajahnya terlihat sendu, hingga akupun ingin menangis memandangnya.
“Mengapa?”
“Aku akan ke luar negeri,Kak.”
“?????????”aku melongo. Aku tak yakin ia akan merantau sejauh itu.
“Aku ingin meraih gelar Doktorku ke luar negeri. Hanya satu semester saja kok.”
“Tapi, waktu 6 bulan bagiku lama, Div.”
“Akupun begitu, Kak. Tapi bagaimana lagi,ayah memaksaku untuk meraih gelar Doktorku di luar negeri.” Aku tak dapat berucap lagi. Apalagi aku hanya kekasihnya, bukan status keluarganya. Aku juga tak begitu akrab dengan orang tuanya. Bahkan, tampaknya orang tuanya tak suka padaku.
“Ok! Tapi, Div, ku harap kamu tak melupakan aku. Rajinlah berhubungan denganku.”
“Itu pasti, Kak. Aku juga berharap nomor ponselmu jangan kau ganti – ganti.agar aku masih dapat menghubungimu.”
“Insya Allah, Div.”
Sejak itulah aku berpisah dengannya, setelah aku menemaninya ke bandara. Tapi, ternyata nomor ponselnya sudah tidak aktif.
Hingga sekarangpun ia tak ke kandang jua. Dan tiada khabar tentangnya pula.

Sering aku menyusuri jalan raya untuk mencarinya. Memang aku hampir gila dibuatnya, sobat. Seperti saat ini, aku berjalan menyusuri jalan raya dan trotoar. Keadaan Jakarta begitu panas. Terbakar kulitku oleh panasnya. Terangnya siang bagai neraka bagiku. Tapi, tidak kala di sampingku ada kekasihku. Malam begitu cerah di mataku ole sinar wajahnya. Panasnya siang akan sejuk oleh senyumnya.

Tak terasa aku menyusuri sudah jauh dari kediamanku. Dan ku rasa suasana disini berbeda. Aku tak tahu apakah aku bermimpi?. Tidak. Aku tidak bermimpi. Lamunku membawaku berjalan jauh dari asalku. Taukah kau, sobat, seberapa jauh aku berjalan?. Mencapai 2 kilo aku berjalan dalam lamunku, sobat.
Triliiiiiiiiiiiiiiit………….triliiiiiiiiiiiit……….
Ponselku berbunyi. Ku raih dari saku jinsku. “new message” tertulis di layar ponselku. Ku buka. Dari Shinta, adikku.

Kak, kakak dimana??? Sejak tadi ku cari tidak ada. Pulanglah segera. Kau dicari ibu.

Pesannya dalam messagenya. Aku segera berbalik arah. Aku yakin pasti ibu dan adikku mencariku sejak tadi. Seandainya ayah sudah pulang pastilah turut mencariku. Aku memang anak l;elaki satu – satunya, sedangkan adikku, Shinta, putri satu – satunya pula. Karna aku hanya memiliki saudara satu, dan akulah yang paling tua. Mungkin karna factor keturunan beranak sedikit, ibuku mengikuti factor itu.

Aku berbalik pulang. Tapi dalam kesadaranku, aku tak dapat berjalan sejauh ini. Mungkin karna tadi aku tidak sadar, aku dapat melaluinya. Aku menghentikan sebuah angkutan. Suasana dalam angkutan saat siang seperti ini sangat tak mengenakkan, sobat. Aku mengambil tempat duduk yang masih kosong. Ku lihat disebelah seorang wanita masih kosong. Dari samping ia nampak cantik. Entahlah sebenarnya aku tak tahu, soalnya ia melihat ke arah luar.
“Maaf, mbak, bolehkah saya...”belum selesai aku berucap, aku terkejut. Gadis yang berada di hadapanku. Gadis manis. Gadis yang aku puja. Gadis yang saat ini memang aku rindukan. “Diva...”
“Kak Dimas!!!”ia terkejut.
“Kau disini?”tanyaku padanya. Ia menampilkan wajahnya yang sendu seperti saat berpisah.
“Maafkan aku,Kak...” air matanya mengalir. Aku ikut sedih melihatnya. Akupun sedih melihat gadis pujaanku menangis.
“Aku sudah menikah,Kak.”
“Maksudmu??????”aku terbelalak. Aku tak yakin akan pendengaranku.
“Aku sudah bersuami,Kak.”
“Kamu tega,Div. Jadi, kamu menghianati cintaku?”
“Maafkan aku,Kak.’ Ia menoleh ke arah seseorang disebelahnya dengan expresi yang menunjukkan sesuatu. “Dialah suamiku,”lanjutnya.
Ahhhh.....tidakkk.... air mataku pun tak bisa di bendung. Ia membuncah dari mataku. Aku sangat sedih, sobat. Gadis yang aku tunggu sekian lamanya, gadis yang lama aku rindukan, telah menjadi milik orang. Aku tak sanggup, sobat. Tolonglah aku, sobat.

Aku keluar dari angkutan itu. Aku meninggalkannya. Aku tahu dia masih menangis saat ku tinggal. Aku menyetop sebuah taxi. Aku yakin aku lebih nyaman dengan taxi. Sesampai dirumah aku langsung membanting tubuhku diatas ranjang. Aku tak memperdulikan ibu, adik, dan ayahku, yang mungkin sejak tadi mencariku.

“Dim, ini ada sesuatu untukmu,” ibu masuk kamarku, menyodorkan sesuatu. Ku raihnya. Sebuah amplop.
“Dari siapa, Bu?”
“Ibu nggak tahu. Tadi pak pos nggak bilang dari siapa.”
“Ohh,,ya sudah.” Ibuku keluar dari kamarku. Ku buka amplop itu. Surat. Ya, surat. Tak bernama. Ternyata jaman sekarang masih ada surat kaleng. Kubaca.

Maafkan aku,Kak. Aku terpaksa menghianatimu. Aku benar – benar masih mencintaimu,Kak. Bahkan sebenarnya tadi aku ingin menghambur ke pelukanmu. Tapi, karna aku sudah ada yang memiliki, dan ia berada di sampingku, aku mengurungkan niatku. Aku ingin sekali kaulah yang memilikiku, tapi apalah dayaku setelah berhadapan dengan orang tuaku. Aku sudah mencoba mengelak, tapi mereka tetap memaksaku. Seandainya aku masih punya hak untuk membantah orang tuaku, aku akan memilihmu. Orang tuaku benar – benar memaksaku, bahkan suamiku diperintahkannya untuk menemaniku kemana – mana aku pergi. Aku kembali sudah sejak lama, Kak, tapi aku dipingit orang tuaku, mungkin, akulah Siti Nurbaya zaman modern.Sekali lagi, maafkan aku, Kak. By, orang yang pernah kau cintai...